Monday 14 March 2011

Bodoh

“Aku ini, bodoh gak sih?”bisikku.

“Lumayan.”jawabnya.

“Bodoh dimananya?”

“Hmm, nggak tau.”

“Kalau gak tau kenapa bilang aku bodoh?”

“Aku kan nggak bilang kamu bodoh. Aku bilang lumayan.”

“Lumayan berarti iya.”

“Bukan aku yang bilang iya.”

“Jadi kamu pikir aku beneran bodoh?”

“Menurutmu begitu?”

“Ya nggak lah.”

“Terus kenapa nanya?”

“Cari perbincangan aja.”

“Kenapa dimulai dari kata bodoh?”

“Nggak tau.”

“Sekarang yang bodoh siapa? Aku atau kamu?”

“A….ku bukan sih? Atau kamu? Atau kita berdua sama-sama bodoh?”

“Kenapa aku jadi ikutan bodoh?”

“Karena kamu menjawab semua pertanyaan aku. Pertanyaan bodoh semua.”

“Sial.”

“Hahahahaha.”

“Heh, yang berduaan dibelakang. Jangan bising!”

Senyap. Semua melihat ke belakang. Beberapa ada yang geleng-geleng kepala, dan beberapa ada yang cekikikan. Aku menahan tawa dan Dina menahan malu.

“Gara-gara kamu, sih. Malu nih aku.”bisik Dina.

“Kalau nggak mau malu, ya jangan malu. Gitu kok repot.”

Dina menahan sabar. Percuma berbincang dengan cowok sepertiku. Buang-buang waktu. Itu yang selalu dikatakannya. Tapi peduli amat. Biasanya juga aku gangguin Dina kalau lagi gaje doang.

“Din…”

“Ssst. Aku nggak mau ditegur sama Mr.Helmi lagi.”

“Din, aku mau nanya.”

“Aku bilang diam.”

“Tapi aku mau nanya, bentaaaaar ajaa.”

Dina mengambil nafas panjang. Ia melihat Mr.helmi yang sedang duduk diam di depan sambil membaca buku. Pena faster yang sedari tadi ia pegang, ia letakkan di atas meja. Dengan muka masam ia pun berkata, “Tanya apa?”

“Aku bodoh dalam bidang apa?”

“Itu lagi. Kamu mau menjebak aku lagi?”

“Nggak. Kali ini serius, suer.”

“Kamu bodoh banget kalau nyari topik untuk diobrolin.”

“Masa?”

“Arrghh. Sudahlah. Aku mau ngerjain latihan. Kamu ganggu aku mulu.”

“Yakin dari tadi aku gangguin kamu?”

Dina menatapku sinis. “Aku nggak mau jawab.”

“itu barusan kamu jawab.”

“Ah! Bete ngobrol sama kamu.”

“Tuh ngejawab lagi. Kamu maunya apa sih, Din? Tadi katanya nggak mau jawab, eh nggak taunya nyerocos aja.”

“Bisa nggak sih kita ngobrolin hal yang lebih penting dari ini?”

“Hmm, kamu mau ngobrol apa?”

“Aku nggak mau ngobrolin apa-apa.”

“Tapi tadi kamu ajak aku ngobrol, gimana sih?”

“KAMU MAUNYA APA SIH?!!”

Gelegar! Tatapan tajam Mr.Helmi langsung tertuju pada aku dan Dina. Dan aku harus puas menahan tawa lagi kali ini melihat muka Dina yang merah padam kerana marah, sebal dan malu.

“Dina, Robby, kalian sudah siap ngerjain latihannya?”

“Belum, Pak.”jawab kami serentak. Kali ini aku bisa merasakan getaran tubuh Dina yang sepertinya ketakutan. Alah, sama Mr. Helmi aja takut.

“Lalu kenapa dari tadi kalian ngobrol saja?”

Diam. Tidak ada jawaban. Sebenarnya, Dina bisa saja bilang aku yang salah. tapi apa dayya, dia bukan tipe cewek yang suka menyalahkan orang lain.

“Sudahlah. Ayo, Dina, Robby, kumpulkan buku latihan kalian sekarang.”

“Tapi kami belum selesai, Pak”tambahku.

“Tapi bapak tak peduli. Ayo cepat!”

Aku dan Dina langsung berlari kecil ke depan sambil mengantar buku latihan kami.

“Maaf, Pak.”kata Dina.

“Duduk sana. Jangan diulangi lagi.”

Dina manarik nafas panjang lagi. Aku cekikikan sendiri melihatnya berjalan gontai ke tempat duduk kami.

“Puas?”tanyanya.

“Hihihi. Mau aku jawab jujur apa nggak?”

Dina diam. Tak berkata apa-apa. Sepertinya ia geram. Eh, sepertinya memang benar.

“Maaf.”kataku sambil melihat wajahnya yang tertunduk diam sambil menatap buku cetak bahasa Inggris.

“Nggak perlu.”

“Kenapa nggak perlu?”

“Mesti aku jawab?”

“Sepertinya iya.”

Ia diam lagi.

“Kenapa diam?”

“Nggak perlu aku jawab.”

“Kenapa nggak perlu?”

Ia menarik nafas panjang lagi. “Robby, aku lagi marah sama kamu, kamu nggak ngerti ya? Kamu udah buat aku dihukum. Kamu udah buang waktu aku. Kamu juga udah buat aku bete. Dan kamu belum puas juga? Sudahlah. Aku malas berdebat lama-lama sama kamu. Kamu urusin aja pacar baru kamu itu.”katanya sambil mengacungkan penanya kearah Chacha.

Spontan mataku langsung melebar. “Dia? Pacar aku? Hahaha. Mimpi kamu.”

“Hah? Yang mimpi tuh seharusnya kamu. Gila aja kalau kamu bisa dapetin cewek kayak Chacha.”

“Aku bisa dapat cewek yang lebih dari dia.”

“Hah! Mimpi kamu! Ngomong aja gampang.”

Aku diam sejenak. “Hmm, emang Chacha kenapa?”

“Dimata kamu Chacha gimana?”

“Biasa aja.”

“Itu yang aku sebut bodoh.”

“Loh, kenapa?”

“Chacha itu cakep, kayak bule. Rambutnya pirang, bibirnya tipis, kulitnya bagus, pintar, baik, sabar, ramah. Dan kamu bilang dia biasa aja? Kamu emang pria paling bodoh.”

“Sebenarnya ada yang lebih bodoh dari aku.”

“Siapa?”

“Kamu.”

“Kenapa aku?”

“Apa kamu nggak nyadar kamu lebih cantik dari dia?”

Dina melihat mataku. Lalu ia tertawa pelan. “You’re kidding me.”

“Lihat aja sendiri.”

“Lihat apa?”

“Lihat bagaimana bodohnya kamu setelah aku bilang kamu cantik.”

“Aku nggak ngerasa cantik.”

“Tapi kamu cantik dimata aku.”

“Tapi menurut aku, aku jelek.”

“Lihat kan? Siapa yang bodoh sekarang? Kamu atau aku?”

“Itu kata-kata aku tadi!”

“Intinya aku bukan aku yang bodoh.”

“Bukan aku juga.”

“Udah jelas-jelas kamu yang bodoh, nggak ngaku juga.”

“Kamu mau menjebak aku atau apa sih?”

Aku menggeram. Sekarang kok Dina jadi ikut-ikutan bodoh? “Dimana-mana cewek kalau dibilang cantik tuh seneng. Kamu? Bilang makasih ke aku aja nggak ada.”

“Makasih? Untuk apa? Semua kata-kata kamu tuh bohong. Kamu cuma mau ngerjain aku aja.”

“Kalau misalnya sekarang aku bilang aku suka kamu di depan kelas, mempermalukan diri aku sendiri, apa kamu akan bilang aku bohong?”

Dina diam. Sepertinya ia sedang berpikir keras. “Kamu nggak mungkin berbuat begitu.”

Grrr. Aku kehilangan akal. Dina benar-benar nggak percaya kata-kata aku ya? Dan kali ini, kok sepertinya dia yang sedang mengerjaiku? “Lihat aku.”lanjutku.

Dia menurut. Ditatapnya mataku dalam-dalam. Dan mukanya masih polos juga. “Apa?”

“Aku serius, Dina.”

“Terus?”

“Terus katamu?! Kamu ini benar-benar bodoh ya.”

“Aku bodoh? Ya, aku bodoh jika aku percaya kata-kata kamu. Ngawur kamu. Sudahlah. Aku jadi lupa aku tadi marah sama kamu.”

“Jadi kamu nggak percaya aku suka kamu?”

“Tidak.”

“Kenapa?”

“Hahh. Dengar ya Robby, cewek hanya percaya cowok yang ngomong dengan bukti dan fakta. Kamu bilang apa tadi? Suka aku? Apa buktinya?”

“Kamu mau bukti?”

“Iya dong.”

“Aku suka kamu.”

“Belum cukup.”

“AKU SUKA KAMU DINAAAAA!!!”

“APAAAA???”teriak seisi kelas.

Semua mata tertuju padaku dan Dina. Lagi-lagi pipi Dina memerah. Semua murid-murid terlihat terkejut. Dan kelas jadi riuh.

“CIEEEEEEE….”

“Cuit cuittt!!!”

“Robby nih yeeeee..”

“Beeh, Dina jago yaaa. Bisa dapetin cowok kayak Robby.”

“Sudah-sudah! Robby, Dina, keluar kalian dari kelas saya, SEKARANG!”bentak Mr.Helmi.

Dengan cepat Dina melangkahkan kakinya keluar kelas. Akupun berlari mengejarnya diikuti dengan sorakan-sorakan lain yang memekakkan telinga.

Dina akhirnya duduk di kursi panjang di koridor sekolah. Suasana dingin sekali karena baru saja hujan lebat. Ia melipat kedua tangannya di depan dada sambil memelototiku. Aku jadi merinding juga.

“Benar kan? Kamu belum puas? Belum puas juga?! Aku disuruh keluar sama Mr.Helmi di jam bahasa Inggris!!! Pelajaran yang paling aku suka! Kamu ini memang monster!”

“Kamu bilang tadi kamu butuh bukti?”tanyaku polos.

“AARRGGH!! Bodoh! Aku emang bodoh! Pokoknya besok aku mau pindah tempat duduk! Dan jangan dekat-dekat aku lagi! Aku nggak suka sama kamu! Kamu bikin aku bete!”katanya dengan raut wajah yang sangat-sangat menyeramkan.

“Tapi, Din aku beneran suka kamu. Gimana dong?”

“Bukan urusanku.”jawabnya ketus.

“Tapi itu urusanku. Dan itu penting buatku.”

Alis matanya naik 5 cm. hidungnya kempas-kempis. “Kamu mau tau sesuatu nggak?”

“Hmm, kamu mau nerima aku?”kataku sambil tersenyum sendiri.

“Aku mau nonjok kamu.”

Dalam hati aku tertawa. “Oke. Silahkan.”

BRRUUKK!

“AAAAUU!!! Kamu serius nonjok aku?!! Gila kamu!! AUU!!”

“RASAIN! Maknya jangan pernah mempermainkan wanita!”

Dinapun pergi. Meninggalkanku yang kesakitan sendiri. Yang bodoh aku atau dia sih? Aku rasa kami berdua sama-sama bodoh. Sialnya aku terlalu bodoh untuk menyukai seorang wanita kejam dan bodoh seperti dia. Tapi sudahlah. Sakit-sakit gini juga mukjizat karena ditonjok sama Dina. Jadi ini rasanya cinta pertama? “Dina tungguu!!!

No comments: